Numpang Nimpang


Keindahan dinilai secara impulsif dan keindraan yang merupakan domain “akar” yang ketimpangan. Sedang, kebermanfaatan dinilai secara efektif dan rasional dalam domain “daun” yang menumpang “akar”. Dengan ilustrasi ini, pengertian “manfaat” justru menjadi tumpang-tindih dengan “merugi”, begitu pula dengan “indah”. Sehingga, menjadi manusia yang esensial selaras perlu diabstraksikan.

Ekspresi “Bunga-bunga yang indah dan buah yang bermanfaat.”, demikian itu belum tentu menjadi esensial selaras, manakala tiada keadaan inherentness. Keterlekatan ini, atau inherentness, secara linear waktu-ke-waktu mengikat dari konfigurasi korelatif antara lower-level terhadap higher-level dalam pengindraan lowest-level. Maka, suatu inherentness yang meliputi lowest-level, lower-level, dan higher-level akan terus-menerus mengalami penyelarasan baginya sendiri akibat dari intervensi yang lain. Sehingga, ketidaksesuaian nilai-nilai “manfaat” atau “indah” antara subjek yang berbeda terjadi karena ketidakselarasan salah dari tiga. Karena itu, manusia perlu interaksi dengan semesta.

Mengenal aktif diri sendiri, dengan mengawal interaktif kepada “diri” yang lain tentu tidak semudah menonton buku-buku monoton. Karena ini, suatu daun yang merupakan suatu paham, konsep, atau keyakinan tertentu niscaya tidak akan gugur, sehingga melaraskan akarnya dan berkembang indah; berbuah manfaat bilamana “batang” tumbuhan ini intensional tidak memutus sementara “air” dari akar yang memperluas daun dan segenap yang ditumpangnya. Perakaran dan dedaunan yang terus-menerus meluas niscaya merugikan segalanya yang lain. Sekalipun tidak indah jikalau sebagian akar tidak memutus, menjadi sekejap ke daun, menjadi “kerendahan hati” merupakan sebagian akarnya.