Berduaan Dengan Kesenduan


Sendu ialah rasa akan kesadaran yang pilu, memilukan, dan tidaklah memalukan. Namun, kalimat tersebut tidaklah melekat bagi manusia cepat yang tidak mengikat. Sesaat, tidak perpanjangan dari sesat, membaca atau mendengar dwikalimat sebelumnya dengan cermat, tanda keserasian pola akan didapat. Inilah manfaat dari bahasa, kemudian disebut higher-level, yang pluralistis tercipta.

Bahasa yang ekspresif, atau higher-level, merupakan representasi relatif/nisbi dari realitas materiel. Melalui ekspresi bahasa, ketika membaca kalimat “Pergilah ke nona Victorique! Untuk menyelidiki kasus-kasus yang misterius.”, maka subjek yang tidak mengerti mungkin bertanya “Maaf, siapakah nona Victorique yang engkau maksudkan?”. Atau dengan ekspresi bahasa yang konseptual serupa, “Gunakanlah komputer! Untuk meretas jaringan yang rumit.”, maka subjek yang sama mungkin juga bertanya “Maaf, komputer seperti apakah yang ingin dipergunakan?”. Objek “nona Victorique” dan “komputer” pada kedua permisalan tidaklah berbeda substansial, bila tidak harfiah memaknakan.

Menurut penalaran umum, ekspresi subjek ‘yang memerintah’ untuk mempergunakan “komputer”, tidaklah lepas dari konfigurasi ‘pengetahuan atau pengalaman’ subjek. Pun, tidak berbeda dengan perintah untuk pergi kepada “nona Victorique”. Berdasarkan konfigurasi subjek, objek yang tertuju merupakan identitas utuh, tidak yakin apakah layak untuk disebut keterlekatan atau inherentness. Subjek ‘yang tidak mengerti dan bertanya’ leluasa memahami bahwa hakikatnya sekian “komputer” yang ingin dipergunakan tidaklah mengandung konfigurasi yang persis dari korelasi “fisik” maupun “psikis”, kendati massal diproduksi. Juga berlaku bagi seorang “Victorique” yang merupakan nona dengan “penampilan” dan “karakteristik” yang khas, daripada konfigurasi Victorique yang lainnya.

Jadi melalui ekspresi higher-level, sedikit mempertegas kenisbian gambaran mental tertentu antara individu berbeda. Esensi “komputer” atau “nona Victorique” tidak dapat disebut sesuai nama/frasa yang melekat kepadanya, tanpa mengikat identitas “terluar” dan “yang dalam”, sehingga menjadi inherentness. Identitas terluar, dapat disebut lowest-level, ialah ciri fisik dalam hal penampilan atau fragmen materiel dilihat secara utuh. Identitas yang dalam memuat lower-level dan higher-level.

Kenisbian, atau ketimpangan itu, kemungkinan terletak di lower-level. Melalui ekspresi higher-level, “Mengapa manusia cenderung tidak memahami satu sama lain, bahkan ‘identitas yang dalam’-nya sendiri?” atau “Mengapa mereka memiliki filsafatnya sendiri-sendiri?”. Ketika menyebut “manusia” sebagai esensi, ini mengikat eksistensi, atau bentuk dan fungsionalitas penyusunnya yang khas, dan substansi, rasio dan kebahasaan yang khas pula. Maka, untuk memanusiakan manusia, sehingga menjadi manusia yang esensial selaras, diperlukan dekonstruksi lower-level secara kontemplatif.

Hortensia V. mendekonstruksikan gambaran mental yang terbentuk selama dua dasawarsa dengan mengukuhkan intensi dan atensi terhadap fenomena-fenomena yang terasa. Dengan intensi untuk melunakkan kebekuan rasa emosional, ia “Berduaan Dengan Kesenduan”, sehingga berkontemplasi radikal terhadap penderitaan yang terekspresikan inherentness dengan cara berempati kepadanya. Karena atensi pada kemajemukan alam, khususnya flora, ia membiasakan diri untuk memperhatikan objek alam. Dari aktivitas yang kontinuitas, ia membiarkan gagasan-gagasan hadir diterima dengan memercayai setiap kehadiran terlepas dari ketepatan, sehingga membentuk inherentness intuitif.

Melalui kesusastraan, Hortensia V. mengilustrasikan dekonstruksi lower-level ini, bagai memberi pupuk organik pada akar tetumbuhan. Sedangkan, pupuk organik merupakan dedaunan ‘higher-level’ dari tetumbuhan ’lowest-level’ dengan akar ’lower-level’ yang utuh ‘inherentness’. Beberapa dedaunan itu kering akibat cahaya terik ‘The Most High’, sebagian yang lain tumbuh berkembang karenanya. Namun, untuk melakukan perkembangan dan pembuahan, akar perlu bekerja menyerap air karena merupakan kebutuhan dasar. Sehingga dari korelasi yang kompleks, bermekaran bunga indah dan berbuah kebermanfaatan. Dengan ekspresi lain, menjadi manusia yang esensial selaras.